Kita sudah menyimak efek fisih pada stres yang tiba-tiba. Mengenai stresor yang berkekelanjutan yang menghasilkan stress yang terus menerus efek sosial, mental, dan spiritual ke rap kali yang paling terlihat. Efek fisik dari stres bisa terjadi tak terlihat, di balik penampilan, namun terimbas pada penyakit akut atau peristiwa kehidupan dramatis yang mengancam jiwa. Beberapa dari efek hronik tersebut berkaitan dengan melemahkan sistem kekebalan; yang lain bisa berkaitan dengan penumpukan aterosklerosis (penebalan arteri).
Ada banyak indikasi bahwa stres kronis bisa jadi penyebab penyakit, suatu faktor yang mempercepat penyakit yang sudah ada, atau penangguhan pada pemulihan dari penyakit.
Memang tidak ada ukuran ilmiah, seperti pemeriksaan darah, yang bisa memastikan atau mengukur tingkat stres seseorang. Semua indikator tingkat stres seseorang itu sifatnya subyektif. Sebagai hasilnya, seseorang tidak akan pernah bisa yakin dalam kasus spesifik mana pun bahwa penyakit itu disebabkan oleh stres dan bahwa stres bahkan suatu faktor dalam menyebabkan atau kurangnya pemuiihan dari satu penyakit.
Namun demikian, saya telah melihat kasus tertentu di mana terdapat indikasi pasti menunjuk stres sebagai penyebab penyakit. Saya telah melihat kasus lain di mana stres tampaknya menjadi salah satu dari beberapa penyebab, dan masih adalainnya di mana stres tampak menghambat pemulihan dari suatu penyakit. Di lain pihak, saya telah melihat pasien-pasien dengan penyakit kardiovaskular, misalnya, di mana stres keiihatannya tidak terlibat.
Suatu contoh klasik adalah orang yang periang yang dari semua penampilan menunjukkan stres kehidupar, yafig rendah, namun merokok, tidak beroiahraga, dan makan makanan yang tidak menyehatkan. Serangan jantung bisa terjadi untuk alasan jelas, tanpa keterlibatan stres yang tampak ielas. Kerap kali setelah serangan jantung didiagnosa, pasien bertanya, "Bisakah stres menyebabkan ini?" Saya memberi respons bahwa stres bisa membantu terjadinya serangan jantung. Saya juga mengemukakan bahwa sekalipun stres menjadi faktor pertumbuhan, biasanya tidak bekerja sendirian. Secara khas terdapat faktor penyebab lain seperti arteri yang tersumbat sebagian, diet yang tidak menyehatkan, dan barangkali tekanan darah tinggi danf atau kolesterol tinggi.
Ada banyak indikasi bahwa stres kronis bisa jadi penyebab penyakit, suatu faktor yang mempercepat penyakit yang sudah ada, atau penangguhan pada pemulihan dari penyakit.
Memang tidak ada ukuran ilmiah, seperti pemeriksaan darah, yang bisa memastikan atau mengukur tingkat stres seseorang. Semua indikator tingkat stres seseorang itu sifatnya subyektif. Sebagai hasilnya, seseorang tidak akan pernah bisa yakin dalam kasus spesifik mana pun bahwa penyakit itu disebabkan oleh stres dan bahwa stres bahkan suatu faktor dalam menyebabkan atau kurangnya pemuiihan dari satu penyakit.
Namun demikian, saya telah melihat kasus tertentu di mana terdapat indikasi pasti menunjuk stres sebagai penyebab penyakit. Saya telah melihat kasus lain di mana stres tampaknya menjadi salah satu dari beberapa penyebab, dan masih adalainnya di mana stres tampak menghambat pemulihan dari suatu penyakit. Di lain pihak, saya telah melihat pasien-pasien dengan penyakit kardiovaskular, misalnya, di mana stres keiihatannya tidak terlibat.
Suatu contoh klasik adalah orang yang periang yang dari semua penampilan menunjukkan stres kehidupar, yafig rendah, namun merokok, tidak beroiahraga, dan makan makanan yang tidak menyehatkan. Serangan jantung bisa terjadi untuk alasan jelas, tanpa keterlibatan stres yang tampak ielas. Kerap kali setelah serangan jantung didiagnosa, pasien bertanya, "Bisakah stres menyebabkan ini?" Saya memberi respons bahwa stres bisa membantu terjadinya serangan jantung. Saya juga mengemukakan bahwa sekalipun stres menjadi faktor pertumbuhan, biasanya tidak bekerja sendirian. Secara khas terdapat faktor penyebab lain seperti arteri yang tersumbat sebagian, diet yang tidak menyehatkan, dan barangkali tekanan darah tinggi danf atau kolesterol tinggi.